Hal ini dibuktikan dengan penanganan kasus yang dialami seorang anak perempuan berinisial B (16) tahun, seorang siswi SMP warga Kecamatan Bandar Huluan Kabupaten Simalungun.
Perbuatan kejahatan seksual yang dialami B sudah dilaporkan pada Agustus tahun 2024, namun hingga saat ini oknum pelaku tidak juga ditangkap bahkan tidak pernah diperiksa sama sekali oleh penyidik unit PPA Polres Simalungun.
Kuasa hukum keluarga korban, Hermanto Sipayung SH sangat menyesalkan penanganan kasus yang dilakukan penyidik unit PPA Polres Simalungun.
Hermanton menceritakan, kronologis penanganan dimulai pada tanggal 13 Agustus 2024, sesuai Laporan Polisi no LP/B/226/VIII/2024/SPKT/POLRES SIMALUNGUN/POLDA SUMATERA UTARA. Korban B dengan didampingi keluarganya melaporkan perbuatan kejahatan seksual yang diduga dilakukan pria berinisial LS. Sebagaimana diatur dalam pasal 81 Undang-undang Nomor 17 tahun 2016 tentang penetapan PERPU No 1 tahun 2016. Perubahan kedua atas undang-undang no 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pasca melapor, korban B bersama keluarganya dipanggil oleh penyidik unit PPA Polres Simalungun pada tanggal 26 Agustus 2024.
Namun pada saat itu korban B belum bisa memberikan keterangan karena korban B masih trauma terhadap laki-laki.Dan setelah berdiskusi dengan penasehat hukum, proses pemeriksaan saksi dan korban dilanjutkan pada tanggal 3 September 2024.
Hermanto menuturkan, sejak selesai pemeriksaan korban dan para saksi, penyidik unit PPA Polres Simalungun mulai menunjukkan sikap tidak profesional. Sebab penanganan kasus sempat berhenti dan tidak ada kabarnya sehingga kuasa hukum korban membuat dan atau menyampaikan surat permohonan permintaan perkembangan penyidikan dari Polres Simalungun yang seharusnya pihak Polres Simalungun harus membuat surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan (SP2HP), tapi hal itu tidak dilakukan. Tapi melalui pesan singkat Whatsap kepada pihak kuasa hukum bahwa penyidik akan melakukan gelar perkara internal pada tanggal 1 Oktober 2024.
Pasca gelarbperkara internal yang dilakukan Polres Simalungun, kabar penanganan kasus tidak pernah lagi terdengar. Penyidik unit PPA Polres Simalungun sama sekali tidak pernah lagi memberikan kabar penanganan kasus kepada kuasa hukum keluarga korban. Dan beberapa kali dihubungi melalui Whatsap untuk mempertanyakan perkembangan kasus, oknum penyidik unit PPA Polres Simalungun hanya memberikan alasan yang tidak sesuai harapan.
Atas kondisi itu, lanjut Hermanto, pihaknya sudah menyurati BiPropam Polda Sumut pada 20 November 2024, atas dugaan pelanggaran kode etik dan ketidak profesionalan penyidik unit PPA Simalungun dalam penanganan kasus kejahatan seksual yang dialami B sesuai Peraturan Polri no 7 tahun 2022 tentang kode etik profesi dan komisi kode etik kepolisian negara Kesatuan Republik Indonesia.
"Kita sangat menyesalkan tindakan penyidik Polres Simalungun yang sangat lamban dan tidak profesional menangani kasus kejahatan yang dialami anak-anak, karena sudah hampir empat bulan pelaku tidak kunjung ditangkap", kesal Hermanto.
Hermanto menilai sikap yang dilakukan penyidik Polres Simalungun dalam menangani kasus yang dialami kliennya sudah melanggar PerKapolri No 6 tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana dan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Hermanto juga meminta Kabid Propam Polda Sumut untuk memeriksa oknum penyidik PPA Polres Simalungun untuk segera menuntaskan kasus kejahatan seksual terhadap anak tersebut. (**/Red)
0 Komentar