Angka partisipasi yang merosot tajam ini jelas mencerminkan kegagalan besar KPU Binjai. Ditengah bencana banjir yang melanda hampir seluruh wilayah. KPU tetap nekad membuka TPS tanpa memperhitungkan keselamatan dan kenyamanan pemilih. Pertanyaan besar pun muncul, apakah KPU benar-benar peduli kepada rakyat atau sekedar mengejar ambisi egois??
Anggaran milliaran namun hasil mengecewakan hak konstitusi. Dengan anggaran yang mencapai Rp 17.7 milliar, seharusnya KPU Kota Binjai mampu mengatasi segala kendala dan memastikan partisipasi pemilih yang optimal bahkan ditengah bencana. Namun kenyataannya KOU memilih untuk bertindak gegabah dan mengabaikan realitas dilapangan.
Pembukaan TPS dilokasi yang terisolasi oleh banjir bukan hanya ceroboh, tetapi juga memperlihatkan ketidakmampuan dalam merespon situasi darurat.
Praktisi hukum Adv Johendri Perangin angin, SH dengan tegas mengkritik langkah KPU. Menurutnya, ini bukan hanya soal angka partisipasi yang rendah. Ini adalah kegagalan besar dalam menjalankan amanat konstitusi. KPU menunjukkan keputusan yang tidak hanya gegabah, tetapi juga mengabaikan kenyataan sosial geografis dilapangan.
"Keputusan mereka jelas mencoreng kredibilitas dan integritas mereka sebagai lembaga penyelenggara pemilu", ucapnya, Sabtu (7/12-2024).
Juhendri juga menegaskan bahwa tindakan KPU melanggar ketentuan hukum yang berlaku. Berdasarkan undang undang nomor 10 tahun 2016 tentang pemilihan kepala daerah, KPU diharuskan untuk menjamin penyelenggara pemilu yang aman lancar dan inklusif. Namun pembukaan TPS didaerah yang terisolasi jelas menunjukkan pengabdian terhadap tanggung jawab tersebut.
"PSS uang dilaksanakan di 20 TPS di kecamatan Binjai kota hanya menyelesaikan sebagian masalah, sementara bencana banjir tidak hanya melanda Binjai kota. KPU gagal memahami besarnya dampak bencana dan mengabaikan prinsip aksesibilitas", tegasnya.
Lebih lanjut, peraturan KPU No 17 tahun 2024 tentang pemungutan suara dan penghitungan suara juga dengan jelas menekankan pentingnya aksesibilitas bagi pemilih terutama didaerah terdampak bencana. KPU wajib memastikan pemilih dapat menyalurkan hak pilihnya secara layak dan aman. Tindakan membuka TPS dilokasi terisolasi, dimana pemilih tidak bisa menjangkau tempat pemungutan suara jelas melanggar prinsip dasar ini.
"Ini bukan hanya soal teknis, ini adalah malpraktek demokrasi yang merugikan rakyat dan menghina integritas pemilu itu sendiri", ujar Harkarando Siregar SH.
Harkarando juga mengecam keras kebijakan KPU yang membuka TPS didaerah yang tidak terjangkau oleh pemilih karena banjir.
"KPU menunjukkan ketidakpedulian yang luar biasa terhadap hak rakyat untuk memilih. Ini adalah pelanggaran serius terhadap prinsip dasar demokrasi", sesalnya.
KPU kota Binjai tidak hanya gagal menjalankan tugasnya, mereka juga beresiko melanggar UU No 10/2016 dan PKPI No 17/2024. Ini bukan lagi soal kebijakan yang salah, melainkan pelanggaran hukum yang berpotensi mengancam integritas pemilu dan merusak kepercayaan publik.
Penyelenggaraan pilkada yang gagal ini bukan hanya angka artisiasi yang rendah tetapi juga pengabdian terhadap prinsip dasar demokrasi yang selama ini dijunjung tinggi. Rakyat berhak mendapatkan pemilu yang aman inklusif dan dapat diakses oleh semua pemilih tanpa terkecuali. KPU kota Binjai harus dimintai pertanggung jawaban secara hukum dan politik atas kelalaian ini.
Partisipasi e.ilih yang jeblok ditengah bencana ini bukan hanya soal angka. I i adalah cerminan dari seberapa burik pengelolaan demokrasi dikota Binjai. Kegagalan KPU untuk merespon keadaan darurat dengan kebijakan dan tanggung jawab merusak citra demokrasi. Tanpa perbaikan yang serius, kepercayaan publik terhadap proses pemilu akan semakin rapuh.
"Jangan biarkan kebodohan dan ketidakmampuan menguasai proses demokrasi. Rakyat berhak atas pemilu yang lebih baik, bukan pemilu yang terjerumus dalam kegagalan fatal seperti ini", tutupnya. (SH/Red)
0 Komentar